BAYANG DI ANTARA RINTIK

🐎

Judul : Bayang Di antara Rintik

Tema: Perjuangan menghadapi rasa takut dan trauma masa lalu.

Sinopsis: Naya, seorang perempuan yang selalu dihantui oleh bayangan masa lalunya, memutuskan untuk kembali ke kota kecil tempat ia tumbuh besar. Di sana, hujan yang turun setiap sore seolah memanggilnya kembali pada ingatan kelam yang ingin ia lupakan. Namun, dalam usahanya menghadapi rasa takut yang telah lama ia pendam, Naya bertemu dengan sosok misterius yang ternyata membawa kunci untuk membuka luka lamanya. Di antara rintik hujan, Naya harus memutuskan apakah ia akan terus melarikan diri dari masa lalu atau akhirnya berdamai dengannya.

Pelaku Utama:  
1. Naya: Seorang perempuan berusia 28 tahun, memiliki trauma masa kecil yang membuatnya cemas setiap kali hujan turun.
2. Raka: Teman masa kecil Naya yang tiba-tiba muncul kembali dalam hidupnya. Ia menyimpan rahasia yang terkait dengan trauma Naya.
3. Bu Mira: Ibu Naya yang penuh kasih, namun sering bersikap terlalu protektif, membuat Naya merasa terkungkung saat masih kecil.

                  Bayang Di Antara Rintik

Hujan sore itu turun pelan-pelan, seperti setiap sore di bulan Oktober. Naya duduk di teras rumah tua yang sudah lama tak ia kunjungi. Udara lembap bercampur dengan aroma tanah basah membangkitkan kenangan yang sudah lama ia kubur. Di depannya, jalanan lengang seperti menyembunyikan cerita yang pernah terjadi di masa lalu. Sebuah masa lalu yang masih menghantuinya.

Sudah lima belas tahun berlalu sejak peristiwa itu, tapi setiap kali hujan datang, ketakutan lama ikut menyeruak ke permukaan. Naya menghela napas, menggenggam cangkir teh di tangannya, berusaha menenangkan diri. Ia pulang ke kota kecil ini bukan tanpa alasan. Ia ingin menantang bayangan yang selalu membuatnya gelisah.

Bayangan yang mulai terasa nyata ketika ia mulai mendengar langkah kaki di belakangnya.

"Naya?"

Suara itu membuat jantungnya berdebar. Ia menoleh. Raka, teman masa kecilnya, berdiri di sana dengan senyum yang tak berubah meski waktu telah berlalu. Rambutnya masih acak-acakan seperti dulu, matanya masih memancarkan kehangatan.

“Kamu... pulang juga,” katanya, mengambil tempat di samping Naya.

"Iya," jawab Naya singkat. Ia tidak tahu bagaimana harus memulai percakapan dengan seseorang yang menjadi bagian dari mimpi buruknya.

“Selama ini kamu kemana? Semua orang bertanya-tanya, tapi tidak ada yang tahu.” Raka menatapnya dengan rasa ingin tahu yang tidak bisa disembunyikan.

Naya terdiam. Banyak hal yang tidak pernah ia katakan kepada siapa pun, bahkan kepada ibunya sendiri. Ia melarikan diri karena takut, takut pada apa yang terjadi sore itu, saat hujan deras, lima belas tahun lalu.

"Aku hanya... pergi," jawabnya, tidak ingin membuka luka lama. Namun, Raka tetap menatapnya dengan mata penuh empati.

“Kamu masih takut pada hujan, ya?”

Pertanyaan itu menghantamnya seperti badai. Ia tidak pernah menyangka Raka masih mengingat detail kecil itu. Ia selalu takut hujan. Bukan karena suara petir atau dinginnya angin, tapi karena suatu sore yang telah merenggut kepolosan masa kecilnya.

“Apa kamu ingat apa yang terjadi waktu itu?” Naya memberanikan diri bertanya.

Raka terdiam sejenak, kemudian mengangguk. "Aku ingat semuanya, Nay. Dan aku tahu kenapa kamu pergi."

"Kenapa?" Naya memeluk dirinya sendiri, matanya mulai berkaca-kaca.

“Karena kamu melihat sesuatu yang tidak seharusnya kamu lihat,” Raka berkata pelan, suaranya nyaris tenggelam dalam gemericik hujan.

Naya merasa dadanya sesak. Peristiwa itu kembali membanjiri pikirannya—seorang pria, seorang tetangga mereka, menyeret seseorang ke dalam rumah tua di ujung jalan. Naya melihatnya dari kejauhan, dan semenjak itu, bayangan peristiwa itu menghantui setiap malamnya. Tak ada yang percaya padanya saat ia mencoba bercerita, bahkan ibunya mengatakan ia hanya berkhayal.

"Kamu tahu siapa pria itu?" suara Naya bergetar, setengah berharap jawabannya tidak seperti yang ia pikirkan.

Raka mengangguk. "Itu... ayahku."

Naya terperanjat. Kata-kata itu terasa seperti kilat yang menyambar dalam hujan. Selama ini, ia berusaha melupakan wajah pria itu, mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa semua itu hanyalah ilusi. Tapi kenyataannya lebih menakutkan dari yang ia bayangkan.

"Kenapa... kenapa kamu tidak pernah bilang?" Naya berbisik.

“Aku juga takut,” jawab Raka. "Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan saat itu. Aku kecil, sama sepertimu. Dan aku tidak pernah punya keberanian untuk membicarakannya."

Keheningan membentang di antara mereka. Hanya suara hujan yang menemani perasaan bersalah dan penyesalan yang tak terucapkan.

“Apa kamu bisa memaafkanku, Naya?” Raka akhirnya bertanya, suaranya lirih.

Naya menatapnya, dan untuk pertama kalinya, ia melihat bayangan yang sama di mata Raka. Rasa takut, rasa bersalah, dan trauma. Mungkin selama ini mereka sama-sama berlari, bukan hanya dari kejadian itu, tapi dari satu sama lain.

Hujan terus turun, tapi kali ini terasa berbeda. Naya merasakan sesuatu yang lama terkunci di dalam dirinya perlahan-lahan mulai terbuka. Bayangan masa lalu yang selama ini ia hindari kini tidak lagi menakutkan. Dalam keheningan hujan, Naya tersenyum kecil, perasaan lega menyusup ke dalam hatinya.

"Aku akan mencoba," jawab Naya pelan. "Aku akan mencoba memaafkanmu. Dan mungkin juga, memaafkan diriku sendiri."

Di antara rintik-rintik hujan yang jatuh perlahan, Naya akhirnya menemukan ketenangan yang selama ini ia cari.

---

Amanat dari cerita Bayang Di Antara Rintik adalah bahwa menghadapi rasa takut dan trauma masa lalu adalah langkah penting untuk menemukan kedamaian dalam diri. Melarikan diri dari masalah tidak akan menghapus luka, tetapi keberanian untuk menghadapinya, serta memaafkan diri sendiri dan orang lain, dapat membawa penyembuhan dan kebebasan dari beban masa lalu.

Sumber Cerpen : Melalui Saya Sendiri

Comments

paling Populerrr!!!!!